dia tidak boleh bahagia

 

“kalau kehilangan ujungnya cuma mengikhlaskan, maka melihatnya bahagia tidak masuk dalam perjanjian”

Hari ini, tepat pada saat keadaan ibu pertiwi sedang tidak baik-baik saja, aku memandang sebuah foto. Iya, didalam foto itu terdapat wajah kita. Sedang tersenyum bahagia. Tampak dari samping. Ah, kau terlihat begitu tampan sampai aku tidak berencana untuk menghapus foto itu. Berbicara tentangmu memang tidak akan pernah ada habisnya. Sejak kita pertama kali bertemu pada lima tahun lalu, aku ingat sekali bagaimana caramu menatapku dan senyum sesudahnya.

Akan kuceritakan padamu, salah satu kelemahanku. Namanya, sebut saja kehilangan. Iya, bagi sebagian orang kehilangan merupakan salah satu yang menjadi kelemahan. Memori yang ditinggalkan sesudah kehilangan seseorang itu amat sangat membekas.

Ah, dunia ini memang terkadang jahat sekali.

Dia memang orang pertama yang berhasil membuatku tak berkutik. Semua yang kucari memang ada pada sosoknya. Sesempurna itu dia dimataku. Caranya berbicara, caranya tersenyum, caranya menenangkanku saat ada masalah, bahkan caranya meninggalkanku masih membekas di ingatan.

Dia memang sudah pergi, tapi entah kenapa dalam diriku masih saja tidak bisa melepasnya. Entah kenapa aku hanya ingin agar dia tidak bahagia kalau bukan bersamaku. Aku ada di tahap dimana aku benci melihatnya bahagia. Maafkan aku, tapi memang beginilah keadaanku sekarang jika kau bertanya.

Aku sungguh sangat ingin bertemu dengannya. Tapi ketika ditanya kembali apa gunanya diriku bertemu dengannya, aku berfikir. Tidak ada gunanya selain untuk menambah kerinduanku padanya. Toh dia menganggap semua yang terjadi di antara kita juga sudah selesai bukan? Dia sudah bisa tertawa senyum seperti tidak ada yang terjadi di antara kita bukan?

Memang hanya aku saja yang masih tidak bisa ikhlas atas semuanya. Aku masih sangat merindukannya. Aku bahkan pernah berpikir agar dia jangan menemukan orang lain agar dia bisa melihatku sebentar saja. Aku bahkan pernah berdoa agar semoga dia tidak bahagia. Karena jika dia bahagia dengan yang lain lantas aku bahagianya dengan siapa? Karena jika dia bersama dengan yang lain lantas aku bersama dengan siapa? Jahat memang tapi sungguh, Tuhan izinkan aku memohon padamu untuk jangan biarkan dia bahagia dengan yang lain.

Ketika dia pergi, aku begitu marah. Marah atas semuanya. Marah atas sesuatu yang telah direnggut dariku padahal aku tidak pernah memilikinya. Ya, aku memang tidak pernah memilikinya. Aku sadar itu. Maka dari itu aku berhenti menunjukkan semua tulisan tentangnya. Aku berhenti menunjukkan semua kasih sayang yang sedang kucurahkan kepadanya lewat tulisan ini. 

Semoga, dia yang kumaksud tidak pernah membaca tulisan ini ya.

Aku sungguh menyalahkan dia atas semua yang terjadi. Atas semua rasa yang tidak karuan ini. Lalu, ketika mendengarkan podcast rintik sedu, aku kembali berfikir.

Apa sebenarnya semua ini salahnya?
Apa jangan-jangan semua ini salahku sendiri?

Setelah kutarik benang merahnya, iya. Semuanya memang salahku sendiri. Salahku mengapa aku menggantungkan ekspektasi kepada seseorang yang bahkan tidak aku miliki. Semua ini karena ekspektasi.

Ekspektasi atau harapan lah yang membuat aku menjadi seperti ini. Sebenarnya apa yang sudah kuharapkan padanya sampai aku tidak bisa melihatnya bahagia dengan orang lain? Apa yang sudah kutitipkan padanya sehingga aku memutuskan untuk berdoa kepada tuhan agar selama ini dia tidak menemukan apa yang dia cari?

Sudahlah, semua memang salahku.

Biarkan waktu yang akan jadi penyembuh.

Tapi bagaimana bila yang menjadi obat atas luka adalah dia yang menimbulkan luka itu sendiri?


 

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Magang di JW Marriott Surabaya Bagian Pertama

Pengalaman Magang di JW Marriott Hotel Surabaya Bagian Kedua